Indahnya Keadilan Orangtua: Hal-hal yang Berpengaruh

Oleh:
Yusi Elsiano Rosmansyah, S.E.
Yusep Rosmansyah, Ph.D.


Pengantar

Proses berkeluarga dimulai sejak nabi Adam dan istrinya Hawa menempati dunia. Jadi, proses ini sebetulnya sudah berlangsung sangat lama dan berulang-ulang setiap generasi. Mestinya, semakin lama ”ilmu berkeluarga” itu semakin lengkap dan sempurna. Generasi berikutnya seyogyanya lebih ”berilmu” daripada generasi sebelumnya. Ada sedikitnya dua penyebab pernyataan ini: (1) generasi berikutnya merupakan hasil didikan generasi sebelumnya, yang mestinya lebih baik dari sebelumnya, (2) ”ilmu berkeluarga” semakin lengkap dan sempurna dengan beralihnya generasi.

Sayang, pada kenyataannya, kecenderungan bahwa ”generasi berikutnya lebih baik dari generasi sebelumnya” tidaklah mudah terlihat keberadaannya di masyarakat kita. Bahkan sebaliknya, cukup banyak ditemukan bahwa generasi berikutnya justru lebih buruk dari generasi sebelumnya, apalagi dengan semakin banyaknya informasi, terutama yang negatif, yang bebas diakses.


Hal lain yang disayangkan adalah tidak adanya pendidikan ”berkeluarga” secara formal. Proses berkeluarga merupakan sebuah keniscayaan bagi hampir semua orang, tetapi tampaknya tidak banyak yang memandang ini sebagai sebuah hal yang penting. Salah satu akibatnya adalah bahwa meskipun ”ilmu berkeluarga” cenderung semakin lengkap dan sempurna, tetapi sangat sedikit yang mencoba mempelajari dan menerapkan ilmu tersebut. Selebihnya, sebagian besar orang mengandalkan pengetahuan informal dari lingkungan, atau bahkan hanya berdasarkan naluri saja.

Membatasi permasalahan dari ”generasi sebelumnya” menjadi ”orangtua”, dan ”generasi berikutnya” menjadi ”anak”, permasalahan di alinea-alinea sebelumnya menjadi lebih terpusat ke masalah ”anak menjadi lebih baik dari orangtuanya”. Menitikberatkan pada peran orangtua, permasalahan menjadi: bagaimana orangtua menjalankan keluarganya (baca: menerapkan ”ilmu berkeluarga”) agar anaknya lebih baik dari mereka.

Orangtua yang peduli selalu berusaha memberikan anak-anaknya kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan dirinya sendiri, sehingga mereka dapat tumbuh dengan baik, mampu menciptakan kehidupan yang lebih bermakna, serta memberikan kontribusi positif di masa yang akan datang.

Kondisi keluarga di masyarakat kita pada umumnya belum mampu menciptakan generasi berikutnya yang unggul. Selain faktor tidak adanya sebuah lembaga yang khusus memberikan pelajaran tentang bagaimana mempersiapkan dan menciptakan sebuah keluarga yang bahagia, juga didorong oleh sifat orangtua yang kurang kerja keras untuk menciptakan kondisi keluarga yang lebih baik.

Meningkatnya angka kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur seperti tawuran, pencurian, pencabulan, seks bebas, bunuh diri dan menggunakan barang terlarang (narkoba), memberikan bukti bahwa peranan orangtua dalam menjalankan kewajibannya belum dilaksanakan dengan baik. Orangtua di lingkungan kita cenderung belum memahami betapa pentingnya memberikan pengasuhan dan pendidikan yang baik bagi anak sejak dini.

Predikat sebagai orangtua dalam sebuah keluarga terkadang hanya sekedar status belaka. Keberadaan orangtua bagi anak-anak sering dirasakan semu, dengan berbagai alasan sibuk berkarir, sulit mengatur waktu, atau bahkan malas menjalankan kewajibannya untuk mengasuh, membesarkan dan mendidik anak-anaknya.

Sangat menyedihkan lagi, ketika anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua seperti tersebut di atas pada akhirnya akan diasuh oleh masyarakat atau lingkungan yang buruk. Tidak adanya kontrol dan sentuhan dari orangtua, bukan hal yang mustahil akhirnya anak-anak akan diasuh oleh sistem peradilan, seperti halnya di Lembaga Pemasyarakatan.

Salah satu kunci utama yang dapat mempengaruhi sukses atau tidaknya generasi berikutnya dalam sebuah keluarga adalah faktor keadilan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak-anaknya. Pada bagian berikutnya, faktor keadilan ini akan dibahas lebih rinci.


Pengertian Adil

Menurut pandangan umum, keadilan berarti menjaga hak-hak orang lain. Keadilan merupakan lawan kezaliman, yang berarti merampas hak-hak orang lain. Atas dasar ini, keadilan dapat diartikan sebagai memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Pengertian lainnya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya atau mengerjakan segala sesuatu dengan baik. Kata lain yang dekat dengan adil adalah bijaksana.

Setiap manusia berhak mendapatkan keadilan atas dirinya. Demikian pula dengan seorang anak, ia berhak mendapatkan keadilan dari orangtuanya.

Keadilan dapat menciptakan sebuah keluarga yang harmonis sebab setiap anak akan memperoleh perlakuan yang sama baiknya, sehingga mereka dapat menjalani hidup dengan tenang, pasti, aman dan bahagia. Secara garis besar, keadilan orangtua terhadap anak dalam sebuah keluarga dipengaruhi oleh sedikitnya dua hal, yaitu:

- latar belakang orangtua

- ilmu berkeluarga yang dimiliki oleh orangtua

Ada beberapa hal lain yang berpengaruh terhadap sikap keadilan orangtua, seperti: (1) motivasi diri dan kebiasaan berusaha keras untuk selalu lebih baik, dan (2) perenungan, pembelajaran, dan refleksi atas perilaku diri, masyarakat dan lingkungan sekitar. Meskipun demikian, dalam tulisan ini pembahasan akan lebih dititikberatkan pada dua pengaruh pertama.


Latar Belakang Orangtua

Anak belajar dari lingkungannya, dan keluarga merupakan lingkungannya yang paling intensif. Ia mampu melakukan sesuatu berdasarkan sebuah proses atau kegiatan yang berlangsung secara konsisten sehingga terekam sempurna di dalam pikirannya dan menjadi suatu kebiasaan yang akan terbawa hingga dewasa. Dalam istilah Prof. Gede Raka ITB (2007), meme-nya sudah terbentuk oleh lingkungannya. (Keterangan: jika elemen fisiologis seseorang ada gene, dalam elemen psikologisnya ada meme.)

Sungguh memprihatinkan, banyak orangtua di masyarakat kita yang membesarkan anak-anaknya berdasarkan naluri dan pengalaman yang diperolehnya sejak mereka kecil dari orangtuanya dulu. Jika anak-anaknya kurang setuju dengan pendapat mereka, seringkali mereka berlindung dengan kata-kata: ”ceuk kolot baheula oge” (kata orangtua dulu juga). Padahal, pendapat orangtua dulu itu belum pernah dianalisis, apakah memang merupakan metode terbaik, dan apakah sang orangtua dulu itu berilmu pengetahuan dan berilmu agama yang memadai. Tentu saja, boleh jadi pendapat orangtua dulu itu memang merupakan metode terbaik, tetapi tidak diterima secara membabi buta tanpa dianalisis dan dikritisi.

Meskipun demikian, banyak juga orangtua yang berasal dari lingkungan keluarga harmonis. Mereka diperlakukan secara adil oleh orangtuanya dulu. Saat menjadi orangtua, mereka selalu hidup sinergis dengan saudara yang lainnya. Besar kemungkinannya, merekapun akan membawa contoh tauladan yang secara sadar atau tidak mereka terapkan juga pada generasi berikutnya.

Ilmu Berkeluarga yang Dimiliki oleh Orangtua

Ketidakfahaman dan ketidakmampuan orangtua menjalankan kewajibannya dalam mendidik, membesarkan, dan memperlakukan anak dengan adil dapat menimbulkan masalah yang berkepanjangan dalam keluarga.

Anak-anak yang memiliki masalah dapat terlihat dari perilaku sehari-harinya. Perilaku mereka akan cenderung negatif dan mengusik perhatian orang yang ada di sekitarnya, seperti mengganggu, merusak, meresahkan, dan bahkan merugikan orang lain.

Salah satu upaya untuk menciptakan generasi berikutnya yang lebih baik, orangtua hendaknya selalu berusaha untuk belajar dan menimba ilmu, baik ilmu pengetahuan (seperti sosial, manajemen, psikologi, filsafat, dan motivasi, termasuk ESQ) maupun ilmu agama. Semakin banyak ilmu yang diperoleh, orangtua semakin sadar akan segala kekurangan diri. Dengan serta merta, akan timbul pula sebuah tekad untuk segera memperbaiki kesalahan yang diperbuat dan berusaha menjadi lebih baik. Dengan demikian, orangtua bukan hanya tua usianya, tetapi yang paling penting adalah luas keilmuannya dan dewasa tingkat kebijakannya. Dengan bertambahnya usia, bertambah pula sikap bijak dan tolerannya, bukan sebaliknya: semakin mudah tersinggung dan ingin selalu dimaklum.

Tidak adanya pendidikan formal untuk menuntut ”ilmu berkeluarga”, ilmu ini dapat diperoleh melalui jalur informal. Orangtua yang selalu mencari ilmu, baik melalui bacaan (buku, surat kabar, majalah, Internet), mendengarkan/menonton dialog/diskusi para pakar, atau mengikuti seminar, akan mengetahui tindakan yang paling ideal dalam membina sebuah keluarga. Ilmu ini mencakup hubungan inter-orangtua, orangtua dengan anak-anak, dan antar-anak.

Tepatlah intisari pepatah yang disampaikan oleh Imam Ali bin Abi Thalib: ”Jika kita ingin bahagia di dunia, carilah ilmu. Jika kita ingin bahagia di akhirat, carilah ilmu. Jika kita ingin bahagia di dunia dan di akhirat, carilah ilmu”.

Sebagai ringkasan dari dua hal penting yang sangat mempengaruhi keadilan orangtua terhadap anak, yaitu latar belakang dan ilmu yang dimiliki orangtua, hal yang kedualah yang paling penting. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang terus dicari dan diterapkan akan memperbaiki dan menyempurnakan ilmu yang diperoleh dari latar belakang orangtua. Alhasil, sebuah keluarga bahagia akan tercipta, dan generasi berikutnya yang lebih baik dari generasi sebelumnya akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar